Suatu Pagi di sebuah desa yang terletak di kaki bukit bagian ujung timur negeri ini, seorang guru bernama Karenina Renjana, yang biasa dipanggil ibu Nina bersama lima rekannya, tengah mengabdikan diri menjadi seorang guru dan sebagai sumber informasi bagi warga sekitar yang masih jauh dari teknologi.
Satu jam berlalu, anak demi anak Nina bimbing tanpa kenal lelah, pengabdiannya pada negeri ini sudah hampir habis waktunya, tinggal dua minggu lagi, setelah itu dia harus bersiap mengabdi di daerah lain dengan beradaptasi dengan kondisi wilayah dan lingkungan sekitar yang baru lagi. Sudah dua tahun Nina mengikuti program pemerintah mengajar di daerah terpencil di bagian timur negeri.
Di akhir pembelajarannya dan di sisa waktu pengabdiannya, Nina menitipkan
pesannya untuk generasi penerus bangsa ini.
“Anak – anak muridku penerus bangsa, mungkin kebersamaan kita tidak lama
lagi, ibu hanya berpesan kepada kalian nak, dunia ini tidak akan pernah kehabisan
orang pandai, tapi akan selalu kehabisan orang yang berakhlak dan beradab,
tetap lah berjuang ditengah kondisi yang sulit sekalipun, di pundak kalianlah
cita - cita bangsa ini akan tetap berlanjut, yang tengah kalian lihat di
televisi sebagai presiden, wakil rakyat, bahkan pengusaha sukses yang kaya raya
bahkan yang di depan kalian ini, ibu guru dan bapak guru, kita akan menua dan
mati, dan tugas itu akan berpindah ke kalian, kalian boleh menutut ilmu sampai
tinggi dan meninggalkan keluarga serta kampung halaman kalian, tapi berjanjilah
pada tempat kalian dibesarkan, kalian akan kembali dan membangun tempat kalian
menuntut ilmu, kecil memang nak, tapi dari hal kecil hal besar dapat terjadi,
semangat ya, walaupun pulang sekolah ada yang bantu ayah di sawah, bantu ibu di
dapur atau didapur tapi belajar tetaplah nomor satu dan lakukan dengan ikhlas”
pesan Nina pada anak – anak muridnya.
“Baik bu, doakan kami menjadi anak baik dan berguna bagi keluarga, agama
dan bangsa kami ya bu” jawab anak-anak serentak yang masih duduk rapi di bangku
khas sekolah yang sudah mulai rapuh namun masih bisa digunakan.
“Ibu akhiri pembelajaran hari ini ya anak-anak, selamat siang” ucap Nina
sambil menahan airmatanya.
“Selamat siang bu” jawab anak-anak murid Nina.
“Selamat siang juga, ayo dari meja yang paling terakhir dulu lalu
bergantian jangan ada yang rebutan ya, kemarin kan dari depan” ujar Nina
berdiri di depan pintu kelas untuk mengantarkan anak-anak pulang sambil
bersalaman dengan dirinya.
Setelah semua anak keluar kelas, Nina kembali ke ruang guru yang sederhana
untuk sekedar beristirahat sejenak, dia sedikit mengingat bagaimana pertama
kalinya dua tahun yang lalu dia tiba di didaerah ini, anak-anak banyak yang
buta huruf, tidak bisa berhitung, dan tidak mengenyam pendidikan, walaupun ada
sekolah di sini, tapi mereka kekurangan guru.
Dia Margareta Agustin, yang biasa
mereka panggil dengan panggilan Mama Marta, perempuan paruh baya pemerhati
pendidikan sekaligus kepala sekolah salah satu sekolah dasar di desa itu yang
kembali ke kampung halamannya setelah selesai melanjutkan kuliahnya di kota,
beliau kembali untuk membangun kampung halamannya supaya dapat pendidikan dan
kesejahteraannya meningkat, Nina ingat selalu bagaimana Mama Marta selalu
memberikan pesan – pesan kehidupan untuk generasi penerus bangsa.
“Nina dan kawan- kawan, dimanapun kalian berada, setinggi dan sejauh apapun
kalian melanjutkan pendidikan kembalilah ke kampung halamanmu, atau kembali ke
rumah kalian menjadi sekolah pertama bagi anak-anak kalian kelak, semangat Nina
dan kawan - kawan, perjuangan Mama Marta, mama titipkan ke kamu, terbang, berlayarlah
menebar pesan pendidikan” pesan Mama Marta yang sudah mereka anggap sebagai
ibu.
“Ibu Guru Nina, mohon maaf di panggil ibu guru Marta” panggil seorang
laki-laki paruh baya yang biasa membersihkan sekolah sederhana itu dengan logat
timurnya.
“Iya bapak terimakasih” ujar Nina bangkit dan berjalan menuju ruangan
kepala sekolah menemui Mama Marta.
Nina masuk ke ruangan Mama Marta dan disambut oleh hangat dengan beliau,
tampak ada seorang laki –laki dalam ruangan itu, tapi Nina tidak bisa melihat
wajahnya karena posisi laki-laki itu membelakangi Nina. Mama Marta
mepersilahkan Nina masuk dan duduk di sebelah laki-laki itu lalu
mengenalkannya. Kaget bukan main Nina, yang dihadapannya itu adalah Arnesto Wijaya
Salah seorangnya teman semasa kuliahnya, yang dikenal cerdas dengan lulusan
dengan pujian tapi tidak dengan sifatnya.
“Ibu Nina, 2 minggu lagi masa tugas ibu dan kawan - kawan akan purna, dan
akan serah terima tugas dengan angkatan yang baru, saya sudah terima berkas dan
nama – nama angkatan baru ini dari kepala desa yang diperintahkan oleh
pemerintah daerah untuk menempatkan pak Arnes dan kawan - kawan di desa ini,
saya minta ibu dan kawan – kawan memberikan
arahan dan mengajak langsung pendidik baru di desa ini untuk berkenalan dengan
anaak-anak dan berkeliling lingkungan sekitar, serta besar harapan saya juga
untuk bisa berbaur dengan masyarakat sekitar”
ujar Mama Marta hangat.
Nina dan Arnes keluar dari ruangan itu, Nina merasa ragu dengan Arnes,
karena semasa kuliah Arnes termasuk pribadi yang sedikit angkuh. Terjadi
pembicaraan sederhana antara Nina dan Arnes, dari pembicaraan saja Nina sudah
menilai dan menduga bahwa Arnes masih sama sifatnya semasa kuliah dulu yang aku
dan merasa dirinya paling benar dengan kecerdasan dan kemampuannya. Nina
mengkhawatirkan sifat dan sikap Arnes nanti bersama anak-anak dan masyarakat
sekitar.
Setelah berkeliling melihat situasi dan kondisi sekolah, Nina mengajak Arnes
untuk berkeliling ke lingkungan sekitar, Arnes sedari tadi memperhatikan cara Nina
menjelaskan dan berinteraksi kepada warga sekitar, tidak ada yang berubah dari
Nina, sosoknya tetap anggun, cerdas dan bersahaja.
“Aku ajak kamu dulu keliling dan berkenalan dengan warga, nanti kalau sudah
kenal dan paham kamu yang memperkenalkan teman-temanmu ya nes” pesan Nina.
Arnes mengangguk tanda setuju, setelah beberapa lama berkeliling desa,
Arnes meminta Nina untuk istirahat sejenak, rasanya dia lelah sekali, mereka
duduk di bawah pohon yang rindang dengan padang rumput yang cukup luas,
suasananya asri sekali.
“Aku kemari untuk memperjuangkanmu nin, sejak lulus aku mencarimu, sampai
akhirnya kutemukan kamu disini maka aku mau belajar mati-matian untuk kemari,
paaling tidak bertemu dan menyatakan...”
Nina bangkit dari duduknya dibawah pohon itu lalu berkata,
“Pengabdianmu untuk negeri ini nes yang terpenting, ingat ya nes, kamu sudah
jauh melewati semuanya, rangkaian tes dan lelahnya belajar, tolong nes, aku dan
kami bukan orang baik atau sempurna, tapi aku mohon teruskanlah perjuangan kami
sesama rekan pendidikan membangun pendidikan di desa ini, untuk negeri ini,
sama seperti kamu menyetujui perjanjian siap ditempatkan dimana saja dalam
negeri ini, buang sifat angkuh dan cerdas gemilangmu, anak-anak bangsa butuh di
didik oleh seorang guru yang bisa mengajarinya tentang pelajaran dasar dan ilmu
kehidupan nantinya, aku akui penddikan di desa ini kurang, ini baru 10 tahun di
bangun sekolah dasar, dan Sekolah Menengah Pertama, untuk Sekolah Menengah Atas,
mereka harus ke kota yang jaraknya puluhan kilometer mereka harus berpisah
dengan keluarga dan membutuhkan biaya yang besar, maka jarang anak-anak disini
yang melanjutkan pendidikan lebih tinggi, jangan membuat perbandingan
berbalik nes, buat bertingkat sehingga
pola pikir mereka akan pendidikan meningkat” jelas Nina sambil menahan tangis.
“Apa yang harus aku lakukan?” tanya Arnes yang ikut berdiri memposisikan
dirinya sama dengan Nina.
“Menyanyangi
mereka dan warga sekitar, disini kita bukan hanya seorang guru bagi anak-anak
tapi guru bagi warga sekitar tempat untuk mereka bertanya apa yang mereka tidak
tahu, kamu ingat empat kompetensi dasar guru? Pertama Kompetensi Pedagogik
yaitu pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya, kedua Kompetensi Kepribadian
yaitu kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak
mulia, ketiga kompetensi sosial yaitu
kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar, dan yang terakhir Kompetensi Profesional
yaitu penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata
pelajaran di sekolah” jelas Nina
Arnes terpaku dan tersenyum menatap mata indah Nina, seindah
senja hari di bagian timur negeri ini.
“Terimakasih Nina, perjuanganmu dan teman – teman akan aku dan
kami lakukan, terimakasih sudah mengajarkan banyak hal walaupun hanya hitungan
jam, izinkan satu lagi Nina, izinkan aku menjadi bagian hidupmu” pinta Arnes.
“Aku tunggu kamu selesai purna tugas dua tahun lagi, jadilah
bagian hidupku dan kita akan satu dan dipersatukan oleh pendidikan dan
pengalaman yang luar biasa dengan negeri ini, sementara sambil menunggumu aku
akan kembali mengabdi salah satu daerah lagi di negeri ini” jawab Nina sambil
tersenyum ternyata sedari dulu Nina juga mengagumi sosok Arnes.
“Berbagilah ilmu dan pengalaman nin, negeri ini masih butuh
banyak kontribusi kita, aku mencintaimu dan negeri ini” jawab Arnes menatap
mata indah Nina
Dua minggu kemudian, Nina dan rekannya di kembalikan dari desa
timur negeri itu kepada pemerintah karena sudah menyelesaikan tugas dengan biak
dan bersiap mengabdi di daerah lain yang masih membutuhkan di negeri ini.
Arnes dan teman-temannya pun bersiap untuk kembali membangun dan
meneruskan pendidikan serta membangun daerah di timur negeri ini, anak-anak dan
warga sekitar sudah siap untuk lebih maju lagi.
“Selamat tinggal desa yang penuh pelajaran hidup ini, untuk
anak-anak, warga sekitar, khususnya Mama Marta, terimakasih sudah mengizinkan
kami berbagi ilmu disni” ujar Nina dan rekan -rekannya sambil menangis haru.
“Terus berbagilah untuk negeri ini Nina dan teman-teman, semoga
tuhan memberikan kalian kesehatan dan kekuatan, salam cinta dan rindu dari kami
desa kecil di timur negeri ini pada dunia luar, anak – anak kami yang sudah
kalian didik dengan sabar dan penuh dedikasi” ucap Mama Marta mewakili warga
sekitar dengan mentitikan airmata.
Suasana haru terasa sekali, tugas Nina dan rekan-rekannya sudah
selesai untuk desa ini, Arnes dan
rekan-rekannya sudah siap kembali berbagi dan membangun desa ini agar lebih
maju.
Pendidikan adalah proses berfikir yang terjadi sepanjang masa
dan abadi, sedangkan guru adalah ujung tombak
generasi tunas bangsa yang akan abadi sepanjang masa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar