Jumat, 09 Oktober 2020

Pendidik di Ujung Timur Negeri

Suatu Pagi  di sebuah desa yang terletak di kaki bukit bagian ujung timur negeri  ini,  seorang guru bernama Karenina Renjana, yang biasa dipanggil ibu Nina bersama lima rekannya, tengah mengabdikan diri menjadi seorang guru dan sebagai sumber informasi bagi warga sekitar yang masih jauh dari teknologi. 

Satu jam berlalu, anak demi anak Nina bimbing tanpa kenal lelah, pengabdiannya pada negeri ini sudah hampir habis waktunya, tinggal dua minggu lagi, setelah itu dia harus bersiap mengabdi di daerah lain dengan beradaptasi dengan kondisi wilayah dan lingkungan sekitar yang baru lagi. Sudah dua tahun Nina mengikuti program pemerintah mengajar di daerah terpencil di bagian timur negeri.


Di akhir pembelajarannya dan di sisa waktu pengabdiannya, Nina menitipkan pesannya untuk generasi penerus bangsa ini.

“Anak – anak muridku penerus bangsa, mungkin kebersamaan kita tidak lama lagi, ibu hanya berpesan kepada kalian nak, dunia ini tidak akan pernah kehabisan orang pandai, tapi akan selalu kehabisan orang yang berakhlak dan beradab, tetap lah berjuang ditengah kondisi yang sulit sekalipun, di pundak kalianlah cita - cita bangsa ini akan tetap berlanjut, yang tengah kalian lihat di televisi sebagai presiden, wakil rakyat, bahkan pengusaha sukses yang kaya raya bahkan yang di depan kalian ini, ibu guru dan bapak guru, kita akan menua dan mati, dan tugas itu akan berpindah ke kalian, kalian boleh menutut ilmu sampai tinggi dan meninggalkan keluarga serta kampung halaman kalian, tapi berjanjilah pada tempat kalian dibesarkan, kalian akan kembali dan membangun tempat kalian menuntut ilmu, kecil memang nak, tapi dari hal kecil hal besar dapat terjadi, semangat ya, walaupun pulang sekolah ada yang bantu ayah di sawah, bantu ibu di dapur atau didapur tapi belajar tetaplah nomor satu dan lakukan dengan ikhlas” pesan Nina pada anak – anak muridnya.

“Baik bu, doakan kami menjadi anak baik dan berguna bagi keluarga, agama dan bangsa kami ya bu” jawab anak-anak serentak yang masih duduk rapi di bangku khas sekolah yang sudah mulai rapuh namun masih bisa digunakan.

“Ibu akhiri pembelajaran hari ini ya anak-anak, selamat siang” ucap Nina sambil menahan airmatanya.

“Selamat siang bu” jawab anak-anak murid Nina.

“Selamat siang juga, ayo dari meja yang paling terakhir dulu lalu bergantian jangan ada yang rebutan ya, kemarin kan dari depan” ujar Nina berdiri di depan pintu kelas untuk mengantarkan anak-anak pulang sambil bersalaman dengan dirinya.

 

Setelah semua anak keluar kelas, Nina kembali ke ruang guru yang sederhana untuk sekedar beristirahat sejenak, dia sedikit mengingat bagaimana pertama kalinya dua tahun yang lalu dia tiba di didaerah ini, anak-anak banyak yang buta huruf, tidak bisa berhitung, dan tidak mengenyam pendidikan, walaupun ada sekolah di sini, tapi mereka kekurangan guru.

 

Dia  Margareta Agustin, yang biasa mereka panggil dengan panggilan Mama Marta, perempuan paruh baya pemerhati pendidikan sekaligus kepala sekolah salah satu sekolah dasar di desa itu yang kembali ke kampung halamannya setelah selesai melanjutkan kuliahnya di kota, beliau kembali untuk membangun kampung halamannya supaya dapat pendidikan dan kesejahteraannya meningkat, Nina ingat selalu bagaimana Mama Marta selalu memberikan pesan – pesan kehidupan untuk generasi penerus bangsa.

 

“Nina dan kawan- kawan, dimanapun kalian berada, setinggi dan sejauh apapun kalian melanjutkan pendidikan kembalilah ke kampung halamanmu, atau kembali ke rumah kalian menjadi sekolah pertama bagi anak-anak kalian kelak, semangat Nina dan kawan - kawan, perjuangan Mama Marta, mama titipkan ke kamu, terbang, berlayarlah menebar pesan pendidikan” pesan Mama Marta yang sudah mereka anggap sebagai ibu.

 

“Ibu Guru Nina, mohon maaf di panggil ibu guru Marta” panggil seorang laki-laki paruh baya yang biasa membersihkan sekolah sederhana itu dengan logat timurnya.

“Iya bapak terimakasih” ujar Nina bangkit dan berjalan menuju ruangan kepala sekolah menemui Mama Marta.

 

Nina masuk ke ruangan Mama Marta dan disambut oleh hangat dengan beliau, tampak ada seorang laki –laki dalam ruangan itu, tapi Nina tidak bisa melihat wajahnya karena posisi laki-laki itu membelakangi Nina. Mama Marta mepersilahkan Nina masuk dan duduk di sebelah laki-laki itu lalu mengenalkannya. Kaget bukan main Nina, yang dihadapannya itu adalah Arnesto Wijaya Salah seorangnya teman semasa kuliahnya, yang dikenal cerdas dengan lulusan dengan pujian tapi tidak dengan sifatnya.

 

“Ibu Nina, 2 minggu lagi masa tugas ibu dan kawan - kawan akan purna, dan akan serah terima tugas dengan angkatan yang baru, saya sudah terima berkas dan nama – nama angkatan baru ini dari kepala desa yang diperintahkan oleh pemerintah daerah untuk menempatkan pak Arnes dan kawan - kawan di desa ini, saya minta ibu dan  kawan – kawan memberikan arahan dan mengajak langsung pendidik baru di desa ini untuk berkenalan dengan anaak-anak dan berkeliling lingkungan sekitar, serta besar harapan saya juga untuk bisa berbaur dengan masyarakat sekitar”  ujar Mama Marta hangat.

 

Nina dan Arnes keluar dari ruangan itu, Nina merasa ragu dengan Arnes, karena semasa kuliah Arnes termasuk pribadi yang sedikit angkuh. Terjadi pembicaraan sederhana antara Nina dan Arnes, dari pembicaraan saja Nina sudah menilai dan menduga bahwa Arnes masih sama sifatnya semasa kuliah dulu yang aku dan merasa dirinya paling benar dengan kecerdasan dan kemampuannya. Nina mengkhawatirkan sifat dan sikap Arnes nanti bersama anak-anak dan masyarakat sekitar.

 

Setelah berkeliling melihat situasi dan kondisi sekolah, Nina mengajak Arnes untuk berkeliling ke lingkungan sekitar, Arnes sedari tadi memperhatikan cara Nina menjelaskan dan berinteraksi kepada warga sekitar, tidak ada yang berubah dari Nina, sosoknya tetap anggun, cerdas dan bersahaja.

“Aku ajak kamu dulu keliling dan berkenalan dengan warga, nanti kalau sudah kenal dan paham kamu yang memperkenalkan teman-temanmu ya nes” pesan Nina.

Arnes mengangguk tanda setuju, setelah beberapa lama berkeliling desa, Arnes meminta Nina untuk istirahat sejenak, rasanya dia lelah sekali, mereka duduk di bawah pohon yang rindang dengan padang rumput yang cukup luas, suasananya asri sekali.

“Aku kemari untuk memperjuangkanmu nin, sejak lulus aku mencarimu, sampai akhirnya kutemukan kamu disini maka aku mau belajar mati-matian untuk kemari, paaling tidak bertemu dan menyatakan...”

 

Nina bangkit dari duduknya dibawah pohon itu lalu berkata,

“Pengabdianmu untuk negeri ini nes yang terpenting, ingat ya nes, kamu sudah jauh melewati semuanya, rangkaian tes dan lelahnya belajar, tolong nes, aku dan kami bukan orang baik atau sempurna, tapi aku mohon teruskanlah perjuangan kami sesama rekan pendidikan membangun pendidikan di desa ini, untuk negeri ini, sama seperti kamu menyetujui perjanjian siap ditempatkan dimana saja dalam negeri ini, buang sifat angkuh dan cerdas gemilangmu, anak-anak bangsa butuh di didik oleh seorang guru yang bisa mengajarinya tentang pelajaran dasar dan ilmu kehidupan nantinya, aku akui penddikan di desa ini kurang, ini baru 10 tahun di bangun sekolah dasar, dan Sekolah Menengah Pertama, untuk Sekolah Menengah Atas, mereka harus ke kota yang jaraknya puluhan kilometer mereka harus berpisah dengan keluarga dan membutuhkan biaya yang besar, maka jarang anak-anak disini yang melanjutkan pendidikan lebih tinggi, jangan membuat perbandingan berbalik  nes, buat bertingkat sehingga pola pikir mereka akan pendidikan meningkat” jelas Nina sambil menahan tangis.

“Apa yang harus aku lakukan?” tanya Arnes yang ikut berdiri memposisikan dirinya sama dengan Nina.

“Menyanyangi mereka dan warga sekitar, disini kita bukan hanya seorang guru bagi anak-anak tapi guru bagi warga sekitar tempat untuk mereka bertanya apa yang mereka tidak tahu, kamu ingat empat kompetensi dasar guru? Pertama Kompetensi Pedagogik
yaitu pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya, kedua Kompetensi Kepribadian
yaitu kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia, ketiga kompetensi sosial yaitu  kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar, dan yang terakhir Kompetensi Profesional
yaitu  penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah” jelas Nina

Arnes terpaku dan tersenyum menatap mata indah Nina, seindah senja hari di bagian timur negeri ini.

 

“Terimakasih Nina, perjuanganmu dan teman – teman akan aku dan kami lakukan, terimakasih sudah mengajarkan banyak hal walaupun hanya hitungan jam, izinkan satu lagi Nina, izinkan aku menjadi bagian hidupmu” pinta Arnes.

“Aku tunggu kamu selesai purna tugas dua tahun lagi, jadilah bagian hidupku dan kita akan satu dan dipersatukan oleh pendidikan dan pengalaman yang luar biasa dengan negeri ini, sementara sambil menunggumu aku akan kembali mengabdi salah satu daerah lagi di negeri ini” jawab Nina sambil tersenyum ternyata sedari dulu Nina juga mengagumi sosok Arnes.

“Berbagilah ilmu dan pengalaman nin, negeri ini masih butuh banyak kontribusi kita, aku mencintaimu dan negeri ini” jawab Arnes menatap mata indah Nina

 

Dua minggu kemudian, Nina dan rekannya di kembalikan dari desa timur negeri itu kepada pemerintah karena sudah menyelesaikan tugas dengan biak dan bersiap mengabdi di daerah lain yang masih membutuhkan di negeri ini.

 

Arnes dan teman-temannya pun bersiap untuk kembali membangun dan meneruskan pendidikan serta membangun daerah di timur negeri ini, anak-anak dan warga sekitar sudah siap untuk lebih maju lagi.

“Selamat tinggal desa yang penuh pelajaran hidup ini, untuk anak-anak, warga sekitar, khususnya Mama Marta, terimakasih sudah mengizinkan kami berbagi ilmu disni” ujar Nina dan rekan -rekannya sambil menangis haru.

“Terus berbagilah untuk negeri ini Nina dan teman-teman, semoga tuhan memberikan kalian kesehatan dan kekuatan, salam cinta dan rindu dari kami desa kecil di timur negeri ini pada dunia luar, anak – anak kami yang sudah kalian didik dengan sabar dan penuh dedikasi” ucap Mama Marta mewakili warga sekitar dengan mentitikan airmata.

 

Suasana haru terasa sekali, tugas Nina dan rekan-rekannya sudah selesai untuk desa ini,  Arnes dan rekan-rekannya sudah siap kembali berbagi dan membangun desa ini agar lebih maju.

 

Pendidikan adalah proses berfikir yang terjadi sepanjang masa dan abadi, sedangkan guru adalah ujung tombak  generasi tunas bangsa yang akan abadi sepanjang masa.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar